• ARTIKEL

    Pada kategori ini kami memuat tentang karangan faktual secara lengkap dengan panjang tertentu yang dibuat untuk dipublikasikan dan bertujuan menyampaikan gagasan dan fakta yang dapat meyakinkan, mendidik, dan menghibur.

  • GEOGRAFI

    Pada kategori ini kami memuat segala hal terkait dengan Geografi, yaitu terkait dengan ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.

  • PENDIDIKAN

    Berisi berbagai catatan untuk mendukung dan mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kemampuan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

  • GALERI DAN FOTO

    Berisi tentang berbagai moment yang berhasil kami abadikan dengan kamera, selain itu dilengkapi pula dengan keterangan serta penjelasan dari obyek-obyek tersebut.

Katakanlah, Wanita Sejati Seperti Apa Wahai Ibuku...???


Ini adalah dongeng dariku atas apa perasaanku terhadap seorang wanita, namun aku masih bingung mana yang terbaik untuk laki-laki terbaik. Yaaaa…….. aku tak malu meski ragu bertanya tentang wanita sejati yang ada didunia ini. Dan suatu hari aku memang bertanya pada Ibuku.

“Wanita sejati itu seperti apa Ibu…?”.

Ibuku terkejut dengan pertanyaan yang jarang-jarang terlontar dari mulut anak-anaknya. Ia memandang takjub padaku yang di luar pengamatannya sudah menjadi lelaki tulen. Terpesona, karena waktu tak mau menunggu. Rasanya baru kemarin aku masih ngompol di sampingnya sehingga kasur berbau pesing. Tiba-tiba saja kini aku sudah menjadi lelaki yang punya banyak pertanyaan dan pertanyaan tersebut tak jauh dari asmara tanpa pembodohan.

Sepasang mata yang dulu sering belekan, sekarang bagai sorot lampu mobil pada malam gelap dan pekat. Sinarnya begitu tajam. Sekelilingnya jadi ikut memantulkan cahaya. Namun jalan yang ada di depan sendiri, yang sedang ditempuh, nampak masih berkabut. Hidup memang sebuah rahasia besar yang tak hanya dialami dalam cerita di dalam pengalaman orang lain, karena harus ditempuh sendiri.

”Kenapa kamu menanyakan itu, anakku?”.

“Sebab aku ingin tahu…”

“Dan sesudah tahu…?”

“Aku tak tahu,..”

Wajahku menjadi merah. Ibuku paham, karena ia pun pernah muda dan ingin menanyakan hal yang sama kepada ibunya, tetapi tidak berani. Waktu itu perasaan tidak pernah dibicarakan, apalagi yang menyangkut cinta tanpa pembodohan. Kalaupun dicoba, jawaban yang muncul sering menyesatkan. Karena orang tua cenderung menyembunyikan rahasia kehidupan dari anak-anaknya yang dianggapnya belum cukup siap untuk mengalaminya. Kini segalanya sudah berubah. Anak-anak ingin tahu tak hanya yang harus mereka ketahui, tetapi semuanya. Termasuk yang dulu tabu. Mereka senang pada bahaya. Setelah menarik napas, ibuku itu mengusap kepalaku dan berbisik.

”….Jangan malu, anakku…….!!!, “…Sebuah rahasia tak akan menguraikan dirinya, kalau kau sendiri tak penasaran untuk membukanya. Sebuah rahasia dimulai dengan rasa ingin tahu, meskipun sebenarnya kamu sudah tahu. Hanya karena kamu tidak pernah mengalami sendiri, pengetahuanmu hanya menjadi potret asing yang kamu baca dari buku. Banyak orang tua menyembunyikannya, karena pengetahuan yang tidak perlu akan membuat hidupmu berat dan mungkin sekali patah lalu berbelok sehingga kamu tidak akan pernah sampai ke tujuan. Tapi ibu tidak seperti itu. Ibu percaya zaman memberikan kamu kemampuan lain untuk menghadapi bahaya-bahaya yang juga sudah berbeda. Jadi ibu akan bercerita…”

“…Tetapi apa kamu siap menerima kebenaran walaupun itu tidak menyenangkan? “

“Maksud Ibu…?”

”Wanita sejati anakku, mungkin tidak seperti yang kamu bayangkan…”

“Kenapa tidak…?”

Ibuku melanjutkan, “…Sebab di dalam mimpi, kamu sudah dikacaukan oleh bermacam-macam harapan yang meluap dari berbagai kekecewaan terhadap wanita yang tak pernah memenuhi harapan seorang lelaki yang umumnya sangatlah kuat garang sepertimu tapi lembut bak salju tanpa mentari yang sombong. Di situ yang ada hanya perasaan keki sekaligus makna serupanya. Apakah itu salah…?”

”…Ibu tidak akan bicara tentang salah atau benar. Ibu hanya ingin aku memisahkan antara perasaan dan pikiran. Antara harapan dan kenyataan….”

Aku selalu memisahkan itu.

“Harapan adalah sesuatu yang kita inginkan terjadi yang seringkali bertentangan dengan apa yang kemudian ada di depan mata. Harapan menjadi ilusi, ia hanya bayang-bayang dari hati. Itu aku mengerti sekali.

“Tetapi apa salahnya bayang-bayang…?

“Karena dengan bayang-bayang itulah kita tahu ada sinar matahari yang menyorot, sehingga berkat kegelapan, aku bisa melihat bagian-bagian yang diterangi cahaya, hal-hal yang nyata yang harus kita terima, meskipun itu bertentangan dengan harapan…”

Ibuku tersenyum.

“Jadi kamu masih ingat semua yang ibu katakan?”

“Kenapa tidak?”

“Berarti kamu sudah siap untuk melihat kenyataan…?”

“Aku siap!” Aku tak sabar lagi untuk mendengar. Tunjukkan padaku bagaimana wanita sejati itu wahai ibuku….”

Ibuku memejamkan matanya. Ia seakan-akan mengumpulkan seluruh unsur yang berserakan di mana-mana, untuk membangun sebuah sosok yang jelas dan nyata.

”…wanita yang sejati, anakku…” katanya kemudian padaku, “adalah…” tetapi ia tak melanjutkan. Adalah? Adalah seorang wanita yang sejati. Ah, Ibu jangan ngeledek begitu, aku serius, aku tak sabar.

”…Bagus, Ibu hanya berusaha agar kamu benar-benar mendengar setiap kata yang akan ibu sampaikan. Jadi perhatikan dengan sungguh-sungguh dan jangan memotong, karena wanita sejati tak bisa diucapkan hanya dengan satu kalimat. Wanita sejati anakku…”, lanjut ibu sambil memandang ke depan, seakan-akan ia melihat wanita sejati itu sedang melangkah di udara menghampiri penjelmaannya dalam kata-kata. wanita sejati adalah… “…wanita yang cantik?!”

”…Salah! Kan barusan Ibu bilang, jangan menyela! wanita disebut wanita sejati, bukan hanya karena dia cantik! Maria Ozawa juga cantik, tetapi bukan Wanita sejati hanya karena dia menjadi rebutan banyak lelaki, kemana dia berjalan banyak “suitan” dari lawan jenisnya, kulitnya seputih kapas atau wajahnya paling imut tetapi dia harus lentur dan berjiwa. Berhati suci, mempunyai Tuhan dan taat selalu pada Tuhannya. Tumbuh, berkembang bahkan berubah, seperti juga kamu.

“…O ya?”

”…Bukan karena molek, bukan juga karena kecantikan wanita menjadi sejati. Seorang wanita tidak menjadi wanita sejati hanya karena tubuhnya yang seksi gemulai, karena bentuknya indah dan proporsinya ideal. Seorang wanita tidak dengan sendirinya menjadi wanita sejati karena dia hebat, unggul, selalu menjadi pujaan lelaki, berani dan rela berkorban. Seorang wanita belum menjadi wanita sejati hanya karena dia kaya-raya, baik, bijaksana, pintar bicara, beriman, menarik, rajin sembahyang, ramah, tidak sombong, tidak suka memfitnah, rendah hati, penuh pengertian, berwibawa, jago bercinta dan bias mengimbangi saat bercinta denganmu, pintar mengalah, penuh dengan toleransi, selalu menghargai orang lain, punya kedudukan, tinggi pangkat atau punya karisma serta banyak akal. Seorang wanita tidak menjadi wanita sejati hanya karena dia berjasa, berguna, bermanfaat, jujur, lihai, pintar atau jenius. Seorang wanita meskipun dia seorang idola yang kamu kagumi, seorang pemimpin, seorang pahlawan, seorang perintis, pemberontak dan pembaru, bahkan seorang yang arif-bijaksana, tidak membuat dia otomatis menjadi wanita sejati!…”

“Kalau begitu apa, wanita sejati seperti apa wahai Ibu…?”

”Seorang wanita sejati adalah seorang yang melihat yang pantas dilihat, mendengar yang pantas didengar, merasa yang pantas dirasa, berpikir yang pantas dipikir, membaca yang pantas dibaca, dan berbuat yang pantas dibuat, karena itu dia berpikir yang pantas dipikir, berkelakuan yang pantas dilakukan dan hidup yang sepantasnya dijadikan kehidupan…”.

Akupun tercengang dan tercengang. “Hanya itu…?”

“Seorang wanita sejati adalah seorang wanita yang satu kata dengan perbuatan! Orang yang konsekuen? Lebih dari itu! Seorang yang bisa dipercaya? Semuanya…”

“Apa yang lebih dari yang satu kata dan perbuatan? Tulus dan semuanya…?”

Ahhhhh! aku memejamkan mataku, seakan-akan mencoba membayangkan seluruh sifat itu mengkristal menjadi sosok manusia dan kemudian memelukku. Aku menikmati lamunannya sampai tak sanggup melanjutkan lagi ngomong apa lagi berlari. Dari mulutnya terdengar erangan kecil, kagum, memuja dan rindu. aku mengalami orgasme batin.

”…Ahhhhhhh”, gumanku terus seperti mendapat tusukan nikmat. Aku jatuh cinta kepadanya dalam penggambaran yang pertama. Aku ingin berjumpa dengan wanita seperti itu. Katakan di mana aku bisa menjumpai wanita sejati seperti itu, Ibu?
Ibu tidak menjawab. ibu hanya memandang aku seperti kasihan. Perempuan muda itu jadi bertambah penasaran. Di mana aku bisa berkenalan dengan dia? Untuk apa?
Karena aku akan berkata terus-terang, bahwa aku mencintainya. Aku tidak akan malu-malu untuk menyatakan, aku ingin dia menjadi pacarku, mempelaiku, menjadi ibu dari anak-anakku, cucu-cucu Ibu. Biar dia menjadi teman hidupku, menjadi teman setiaku kalau nanti aku sudah tua. Menjadi orang yang akan memijit kakiku kalau semutan, menjadi orang yang membesarkan hatiku kalau sedang remuk dan ciut. Membangunkan aku pagi-pagi kalau aku malas dan tak mampu lagi bergerak. Aku akan meminangnya untuk menjadi istriku, ya aku tak akan ragu-ragu untuk merayunya menjadi menantu Ibu, penerus generasi kita, kenapa tidak, aku akan merebutnya, aku akan berjuang untuk memilikinya.

Dada perempuan muda itu turun naik.

Aku membuka mataku. Bola mataku berkilat-kilat. Aku memegang tangan ibu.

“Katakan cepat Ibu, di mana aku bisa menjumpai wanita itu…?”

Bunda menarik nafas panjang. Aku terkejut.

“Kenapa Ibu menghela nafas sepanjang itu…?”

“Karena kamu menanyakan sesuatu yang sudah tidak mungkin, sayang…”

“Apa? Tidak mungkin…?

“Ya!”

“Kenapa…?”

“…Karena wanita sejati seperti itu sudah tidak ada lagi di atas dunia. Oh, aku terkejut. Sudah tidak ada lagi…?”

“Sudah habis…? Ya Tuhan, habis? Kenapa…?”

“wanita sejati seperti itu semuanya sudah amblas…”

Aku menutup mulutku yang terpekik karena kecewa.

“Sudah amblas…?”

”Ya!”…Sekarang yang ada hanya wanita yang tak bisa lagi dipegang mulutnya. Semuanya hanya pembual. Aktor-aktor kelas tiga. Cap tempe semua. Banyak wanita yang cantik, pintar, punya segalanya dan bisa berbuat apa saja, tapi semuanya tidak bisa dipercaya. Tidak ada lagi wanita sejati anakku. Mereka tukang kawin, pecinta birahi, tukang ngibul, semuanya bakul jamu, tidak mau mengurus anak, apalagi mencuci celana dalammu, mereka buas dan jadi macan kalau sudah dapat apa yang diinginkan. Kalau kamu sudah tua dan tidak rajin lagi meladeni, mereka tidak segan-segan menyiksa menggebuki kaum laki yang pernah menjadi bapaknya. Tidak ada lagi wanita sejati lagi, anakku. Jadi kalau kamu masih merindukan wanita sejati, kamu akan menjadi bujang tua. Lebih baik hentikan mimpi yang tak berguna itu….”

Aku termenung. Mukaku nampak sangat murung. Jadi tak ada harapan lagi, gumamku dengan suara tercekik putus asa. Tak ada harapan lagi. Kalau begitu aku patah hati. Patah hati? Ya. Aku putus asa. Kenapa mesti putus asa? Karena apa gunanya lagi aku hidup, kalau tidak ada wanita sejati? Ibuku kembali mengusap kepalaku lalu tersenyum.

”Kamu terlalu muda, terlalu banyak membaca buku, file artikel dalam komputer dan duduk di belakang meja siarmu. Tutup buku itu sekarang dan berdiri dari kursi yang sudah memenjarakan kamu itu. Keluar, hirup udara segar, pandang lagit biru dan daun-daun hijau. Ada bunga bakung putih sedang mekar beramai-ramai di pagar, dunia tidak seburuk seperti yang kamu bayangkan di dalam kamarmu. Hidup tidak sekotor yang diceritakan oleh buku-buku dalam perpustakaanmu meskipun memang tidak seindah mimpi-mimpimu…”.

“Keluarlah anakku, cari seseorang di sana, lalu tegur dan bicara! Jangan ngumpet di sini!”

“Aku tidak ngumpet!”

“Jangan lari!”

“Siapa yang lari? Mengurung diri itu lari atau ngumpet…”

“Ayo keluar!”

“Keluar ke mana wahai Ibu…?”

“Ke jalan!”

Ibu menunjuk ke arah pintu yang terbuka. Bergaul dengan masyarakat banyak.

“Untuk apa? Dalam rumah kan lebih nyaman…?”

“Kalau begitu kamu mau jadi kodok kuper!!!”

“Tapi aku kan banyak membaca? Aku hapal di luar kepala sajak-sajak Kahlil Gibran!”

”Tidak cukup! Kamu harus pasang omong dengan mereka, berdialog akan membuat hatimu terbuka, matamu melihat lebih banyak dan mengerti pada kelebihan-kelebihan orang lain…”

Aku menggelengkan kepalaku.

“Tidak ada gunanya, karena mereka bukan wanita sejati…”

“Makanya keluar. Keluar sekarang juga! Keluar?”

“Ya…”

Aku tercengang, suara ibuku menjadi keras dan memerintah. Ia terpaksa meletakkan buku, membuka earphone yang sejak tadi menyemprotkan musik Metal ke dalam kedua telinganya, lalu aku keluar kamar.

Matahari sore terhalang oleh awan tipis yang berasal dari polusi udara. Tetapi itu justru menolong matahari tropis yang garang itu untuk menjadi bola api yang indah. Dalam bulatan yang hampir sempurna, merahnya menyala namun lembut menggelincir ke kaki langit. Silhuet seekor burung elang nampak jauh tinggi melayang-layang mengincer sasaran.

Wajah perempuan muda itu tetap kosong.

“Aku tidak memerlukan matahari, aku memerlukan seorang wanita sejati…”, bisiknya.

“Makanya keluar dari rumah dan lihat ke jalanan!”

“Untuk apa lagi…?”

”Banyak wanita di jalanan. Tangkap salah satu. Ambil yang mana saja, sembarangan dengan mata terpejam juga tidak apa-apa. Tak peduli siapa namanya, bagaimana tampangnya, apa pendidikannya, bagaimana otaknya dan tak peduli seperti apa perasaannya. Gaet sembarang wanita yang mana saja yang tergapai oleh tanganmu dan jadikan ia teman hidupmu!!!”

Aku tecengang lagi. Hampir saja ia mau memprotes. Tapi ibuku keburu memotong.

“Asal…” lanjut ibuku dengan suara lirih namun tegas, “…asal, ini yang terpenting anakku, asal dia benar-benar mencintaimu dan kamu sendiri juga sungguh-sungguh mencintainya. Karena cinta, anakku, karena cinta dapat mengubah segala-galanya.”

”…Dan lebih dari itu”, lanjut ibu sebelum aku sempat membantah, “…lebih dari itu anakku…”, katanya dengan suara yang lebih lembut lagi namun semakin tegas, “…karena seorang laki-laki, anakku, siapa pun dia, dari mana pun dia, bagaimana pun dia, setiap laki-laki, setiap laki-laki anakku, dapat membuat seorang wanita, siapa pun dia, bagaimana pun dia, apa pun pekerjaannya bahkan bagaimana pun kalibernya, seorang laki-laki dapat membuat setiap wanita menjadi seorang wanita yang sejati…!”

(From Milis Inspiration with Editing and Tribute To My Soulmate Candidate’s)



1 komentar:

Faizin Bersama mengatakan...

Tidak ada wanita atau pria sejati, yang adalah kesucian cinta. Itulah yang menjadi langkah kaki dalam menapaki kehidupan ini.

 
Copyright © 2010-2011 Malik Abdul Karim
Original Concept My Blogger Themes Support Sepeda Motor Injeksi Irit Harga Terbaik Cuma Honda