• ARTIKEL

    Pada kategori ini kami memuat tentang karangan faktual secara lengkap dengan panjang tertentu yang dibuat untuk dipublikasikan dan bertujuan menyampaikan gagasan dan fakta yang dapat meyakinkan, mendidik, dan menghibur.

  • GEOGRAFI

    Pada kategori ini kami memuat segala hal terkait dengan Geografi, yaitu terkait dengan ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.

  • PENDIDIKAN

    Berisi berbagai catatan untuk mendukung dan mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kemampuan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

  • GALERI DAN FOTO

    Berisi tentang berbagai moment yang berhasil kami abadikan dengan kamera, selain itu dilengkapi pula dengan keterangan serta penjelasan dari obyek-obyek tersebut.

GHORIM dalam pandangan BAPELURZAM WELERI


Definisi Ghorim (Bangkrut)
Ulama’ fiqh mendefinisikan ghorim yaitu: ” Orang yang terbelit hutang” ada juga yang menambahkan definisi ini berikut penyebabnya, Mujahid berkata: ” Gharim adalah : orang yang berhutang karena kebakaran rumahnya, atau hartanya terbawa banjir , atau juga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya”
Ibnu katsir menambahkan : ” Ghorim adalah orang yang menjamin pelunasan hutang orang lain, atau orang yang bangkrut guna mencukupi kebutuhan hidup, tidak untuk berbuat maksiat atau belaku boros/ tabdzir Sehingga ulama’ fiqh membagi ghorimin dalam kreteria tertentu sebagai mustahiq zakat ditinjau dari faktor penyebab kebangkrutannya.

Faktor Faktor Terjadinya Pailit/Bangkrut
Secara global ada dua jenis penyebab hutang pada Ghorim yaitu:
1.      Ghorim limaslahati nafsihi( terbelit hutang untuk maslahat / kebutuhan dirinya)
2.      Ghorim li ishlahi dzatil bayyin( terbelit hutang karena mendamaikan manusia/ qobilah / suku)
Ada perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam pensyaratan kondisi ghorim, yaitu faktor kemiskinan sebagai syarat pada ghorim, sehingga mereka menetapkan zakat hanya pada ghorim linafsihi saja. Akan tetapi jumhur berpendapat bahwa untuk ghorim jenis kedua (li ishlahi dzatil bayyin ) boleh bagi ghorim dalam keadaan kaya. Maka dengan ini dua jenis ghorim ini diperbolehkan untuk menerima zakat tetapi syarat pada ghorim linafsihi harus dalam keadaan miskin, adapun untuk ghorim li ishlahi dzatil bayyin maka boleh diberi zakat dalam keadaan kaya
I.        Ghorim limaslahati nafsihi

Pada jenis ini ulama mendefinisikan kreteria ghorim yang berhak menerima zakat, yaitu mereka yang terjerat hutang untuk maslahat dirinya dan keluarganya, seperti orang yang berhutang untuk makan, pakaian, tempat tinggal, atau berobat dsb.
Al Ba’li berkata: ” (ghorim) adalah orang yang berhutang untuk menafkahi dirinya dan keluarganya atau untuk berpakaian” Dan juga termasuk dari ghorim pada jenis ini yaitu mereka yang terkena bencana alam atau musibah lainnya yang mengakibatkan habis hartanya, contohnya: banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran, pencurian dsb yang mengakibatkan mereka tidak dapat mencukupi kebutuhan pokok, dengan demikian mereka juga Fuqoro’. Kondisi semacam ini seperti yang disbdakan Rasulullah salalahu alaihi wa salam dalam sebuah potongan hadits yang panjang dari shahabat Qobishoh RA.
“Dan seorang yang tertimpa bencana sehingga musnah hartanya maka halal baginya meminta minta sampai kembali mandapat harta untuk hidup”
      Apakah hutang karena kafarat/fidyah (hutang yang menyangkut hak Allah) termasuk Ghorim yang berhak diberi zakat?
Ada dua pendapat tentang ghorim yang disebabkan hutang yang mennyangkut hak Allah subhanahu wata’ala:
1.      Pendapat pertama: menurut Ulama’ Hanafiyyah dan Malikiyyah bahwa mereka tidak berhak mendapat zakat dari baitul mal,dikarenakan hutang yang dibantu adalah bila menyangkut hutang kepada manusia, adapun hutang kepada Allah seperti pembayaran kafarat atau zakat yang tertunda maka tidak diambilkan dari uang zakat
2.      Pendapat kedua : adalah pendapat sebagian ulama’ Hanabilah, mereka membolehkan santunan zakat dari baitulmal untuk ghorim jenis ini, dengan dalil bahawa hutang kepada Allah adalah hutang yang paling berhak untuk dibayar. Wallahu A’lam.
       Pendapat yang rojih adalah pendapat pertama, dikarenakan sebagian kafarot memiliki pengganti kafaroh lainnya yang tidak mesti harus dengan harta contohnya dengan berpuasa, maka bila seseorang tidak mampu membayar kafarat sesungguhnya romat Allah sangat luas sehingga bagi yang memiliki hutang dan beniat mengembalikannya niscaya Allah akan menutupnya hari qiamat, maka bagaimana dengan orang yang tidak mampu bayar kafarat? Sedangkan ia telah berniat membayar kafarat namun tidak mampu. Oleh karenanya uang zakat tidak diberikan untuk membayar kafarat-kafarat tersebut.
Bagaimana jika mayit dalam keadaan pailit?
Jika si mayit mati meninggalkan hutang yangmana harta warisannya tidak cukup untuk melunasi hutangnya, maka apakah boleh dilunasi dengan uang zakat? Dalam hal ini Ulama’ berbeda pendapat , diantara yang melarang adalah ulama’ Hanafiyyah dan Hanabilah serta salah satu pendapat syafi’iy, adapun mereka yang membolehkan adalah Malikiyyah, dan pendapat ini didukung oleh syaikh Islam ibnu Taimiyyah.

Yang rojih dari dua pendapat adalah pendapat yang membolehkan, dalil mereka adalah :
Hadist yang diriwayatkan oleh imam Bukhari :
“Dari abu hurairah RA : bahwa Nabi salalahu alaihi wa salam bersabda : Tiada seorang mukmin kecuali aku lebih utama dari pada dirinya di dunia maupun akhirat, bacalah firman Alah : ” Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri ” maka mukmin manapun yang mati dan meninggalkan harta maka Ahli warisnya yang mewarisi hartanya. Dan barang siapa mati memiliki hutang atau barang yang hilang maka hendaknya mendatangiku karena aku adalah tuannya.
Ibnu taiymiyah menyatakan bahwa hujah yang berpendapat bahwa mayit termasuk dalam kategori ghorim lebih kuat dan juga dikarenakan mereka yang menolak mayit sebagai ghorim tidak memiliki dalil yang jelas.
II.      Ghorim li ishlahi dzatil bayyin
        Perselisihan diantara suku seringkali membuahkan peperangan dan mengakibatkan korban yang tidak sedikit jumlahnya. Namun terkadang ada seorang yang memiliki jiwa sosial yang tinggi dan kedermawanan yang mulia bangkit untuk memadamkan pemusuhan tersebut dengan menjadi penengah dan terkadang menginfakkan harta yang banyak untuk mendamaikan kedua suku yang saling bermusuhan tersebut, sehingga terkadang ia sampai berhutang untuk mencukupi perdamaian ini. Orang yang semacam ini dijuluki orang arab sebagai ghorim li ishlahi dzatil bayyin
        Ulama Fiqih juga memeberikan definisi yang serupa, seperti yang disebutkan oleh imam nawawi dalam Al Majmu’ : ”maknanya adalah : bahwa seorang yang berhutang untuk tujuan mendamaikan antara manusia/suku, seperti jika dikahawatirkan terjadi peperangan antara dua qabilah atau suku, atau juga dua orang yang berselisih, maka hutang tersebut digunakan untuk memadamkan api permusuhan. Dan juga dimasukkan dalam istilah ini, yaitu mereka yang menghabiskan hartanya guna membantu saudara seiman yang tertimpa bencana atau musibah. Imam al Murdawai berkata: ” jika seseorang menanggung kerugian orang lain disebabkan hancurnya harta benda, atau kasus perampokan maka boleh baginya mendapat uang zakat”
Untuk ghorim li ishlahi dzatil bayyin boleh menerima zakat walaupun dalam keadaan kaya/ mampu. Dan ini adalah pandapat jumhur ulama’, seperti yang dinukilkan oleh Imam Ibnu Abdil Bar dalam kitab Al Istidkar: ” bahwa tiga imam yaitu imam Malik, As Syafi’i , Ahmad bin Hanbal dan pengikut pengikut mereka menyatakan bahwa ghorim li ishlahi dzatil bayyin boleh mengambil zakat walaupun dalam keadaan kaya” Dalil mereka diantaranya adalah sabda Rasulullah salalahu alaihi wa salam:
“Dari Atho’ bin Yasar radhiallahu anhu : bahwa Rasulullah salalahu alaihi wa salam bersabda : tidak dihalalkan harta sedekah (zakat) untuk orang kaya kecuali lima golongan, yaitu; orang yang berperang dijalan Allah subhanahu wata’ala , Amil zakat, Ghorim (pailit) , seseorang yang membeli barang zakat dengan hartanya, atau seorang yang memiliki tetangga miskin kemudian ia bersedekah kepadanya, kemudian si miskin tersebut menghadiahkan sedekah tadi kepada orang kaya.

Kadar Zakat Yang Diberikan Kepada Ghorim
Harta zakat dari baitul mal akan diberikan kepada ghorim dalam rangka melunasi hutangnya sampai lunas. Dikarenakan tujuan diberinya zakat untuk ghorimin hanya untuk tujuan ini.
Ibnu Qudamah berkata:” ghorim diberi zakat untuk menutup hutangnya walaupun sangat banyak”
Pengarang bidayatul mujtahid menyatakan :” bahwa ghorim diberi dari zakat sejumlah hutangnya jika hutangnya bukan karena maksiat”
Dalam hal ini sering tekumpul dua sifat yaitu faqir dan ghorim pada seseoarang maka boleh baginya mengambil zakat untuk kemiskinannya dan melunasi hutangnya sehingga ia mendapat dua jatah .
Bila kita amati dengan cermat maka syariat yang sempurna ini ternyata merupakan obat yang mujarab untuk kesetabilan ekonomi umat, disamping niat yang utama adalah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Taala, dan menjalin ukhuwah islamiyah diantara kaum muslimin, semoga tulisan ini dapat bermanfat bagi kita dan menumbuhkan semangat dalam bersedekah. Amin


SYARAT SYARAT GHORIM BOLEH MENERIMA ZAKAT
1.      Islam
Disyaratkan bagi penerima zakat ini untuk beragama Islam, begitu pula pada golongan penerima zakat lainnya, ibnu mundzir berkata: ” Ulama’ telah bersepakat bahwa zakat tidak sah bila diberikan kepada seorang ahli dzimmah ( non muslim)
2.      Al Faqr (kemiskinan)
 Untuk Ghorim limaslahah nafsihi (untuk kebutuhan pribadi) disyaratka harus dalam kondisi Faqir, akan tetapi terkhusus untuk ghorim jenis kedua (ghorim li ishlahi dzatil bayyin) maka boleh dalam kondisi kaya, seperti yang telah kami sebutkan di atas.
3.      Hutangnya bukan dikarenakan untuk maksiat
Maka jika hutangnya disebabkan untuk maksiat seperti judi, khomr, berbuat tabdzir dan boros, maka ia tidak dibei uang zakat, hal semacam ini sebagaimana perkataan Imam nawawi : ” Tidak pernah Aku dapati Perkataan Ahli Ilmu yang membolehkan zakat diberikan kepada orang yang terbelit hutang dalam rangka berbuat maksiat, sebelum ia bertaubat, kecuali pendapat yang lemah dari sebagian kecil Syafiiyyah, seperti Al Hanathi dan Ar Rofi’y, bahwa mereka diberi karena Ghorim. .
4.      Hutangnya bukan dikarenakan oleh riba
Dikarenakan Riba merupakan dosa besar dan termasuk maksiat yang menghancurkan, sehingga barang siapa yang terbelit hutang ribawi maka ia tidak diberi zakat untuk melunasinya, kecuali jika bertaubat. Akan tetapi bagi mereka yang hutang ribawi karena darurat, untuk kebutuhan pokok, seperti sandang papan atau pangan, maka baitulmal boleh memberikan zakat kepada mereka. Dan tetentunya hukum darurat diukur sesuai kebutuhan .
5.      Karena tidak mampu lagi mencari penghasilan
Ulama’ berselisih dalam masalah ini, sebagian mereka membolehkan memberi zakat pada orang yang masih mampu bekerja mereka adalah Syafiiyyah dan sebagian hanabilah, adapun hukum yang tepat dalam masalah ini adalah; bila hutang seseorang itu banyak dan berat baginya untuk membayar maka boleh mengambil zakat walaupun ia kuat untu bekerja. Akan tetapi sebaliknya, jika hutangnya sedikit atau pemilik hutang memberi tambahan waktu jatuh tempo maka hendaknya ia tidak zakat dan berusaha untuk melunasinya .
6.      Bukan keturunan Bani Hasyim (keturunan kerabat Rasulullah)
Hal ini dsikarenakan zakat adalah kotoran sebagaimana sabda rasulullah salalahu alaihi wa salam : Sesungguhnya sedekah ini adalah kotoran manusia, dan ia tidak halal untu Muhammad salalahu alaihi wa salam dan juga keluarga Muhammad salalahu alahii wa salam .
7.      Waktu pelunasan hutang sudah jatuh tempo
Jatuh tempo merupakan syarat yang diperselisihkan dikalangan ulama’ seperti pendapat ibnu Muflih yang menyatakan :” hukum yang nampak dari hadits Qubaisoh, bahwa ghorim boleh mengambil zakat walaupun belum jatuh tempo”. Namun Imam Nawawi menyatakan bahwa Ghorim tidak akan diberi Zakat kecuali setelah jatuh Tempo .
Dr. Sulaiman Al Asqor menguatkan pendapat pertama dengan catatan; apabila jatuh tempo tinggal beberapa bulan atau sudah masuk dalam tahun jatuh tempo maka baitul mal boleh mengeluarkan zakat untuk ghorim tersebut, akan tetapi jika temponya masih beberapa tahun atau lebih dari satu atahun maka tidak boleh baginya untuk mangambil zakat dalam pelunasan hutang, kecuali kondisi pemilik uang dalam keadaan sakit atau membuuhkan. Wallahu A’lam
8.      Ghorim bukan termasuk dalam tanggungan Muzakky (orang yang berzakat)
Apabila Ghorim adalah istri atau kerabat yang dalam penanggungan nafkah Muzakky maka tidak sah zakat tersebut dikarenakan seolah dia membelanjakan harta untuk dirinya sendiri. Sehingga hal ini bukan dinamakan zakat akan tetapi sebuah nafkah yang diberikan oleh kepala rumah tangga untuk keluarganya. Orang orang yang termasuk dalam penanggungan adalah Istri, Anak dan keturunannya,dan Bapak serta kakek keatas .



0 komentar:

 
Copyright © 2010-2011 Malik Abdul Karim
Original Concept My Blogger Themes Support Sepeda Motor Injeksi Irit Harga Terbaik Cuma Honda