Definisi
Ghorim (Bangkrut)
Ulama’ fiqh
mendefinisikan ghorim yaitu: ” Orang yang terbelit hutang” ada juga yang
menambahkan definisi ini berikut penyebabnya, Mujahid berkata: ” Gharim adalah
: orang yang berhutang karena kebakaran rumahnya, atau hartanya terbawa banjir
, atau juga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya”
Ibnu katsir menambahkan :
” Ghorim adalah orang yang menjamin pelunasan hutang orang lain, atau orang
yang bangkrut guna mencukupi kebutuhan hidup, tidak untuk berbuat maksiat atau
belaku boros/ tabdzir Sehingga ulama’ fiqh membagi ghorimin dalam kreteria
tertentu sebagai mustahiq zakat ditinjau dari faktor penyebab kebangkrutannya.
Faktor
Faktor Terjadinya Pailit/Bangkrut
Secara
global ada dua jenis penyebab hutang pada Ghorim yaitu:
1.
Ghorim limaslahati nafsihi( terbelit
hutang untuk maslahat / kebutuhan dirinya)
2.
Ghorim li ishlahi dzatil bayyin(
terbelit hutang karena mendamaikan manusia/ qobilah / suku)
Ada perbedaan pendapat dikalangan ulama
dalam pensyaratan kondisi ghorim, yaitu faktor kemiskinan sebagai syarat pada
ghorim, sehingga mereka menetapkan zakat hanya pada ghorim linafsihi saja. Akan
tetapi jumhur berpendapat bahwa untuk ghorim jenis kedua (li ishlahi dzatil
bayyin ) boleh bagi ghorim dalam keadaan kaya. Maka dengan ini dua jenis ghorim
ini diperbolehkan untuk menerima zakat tetapi syarat pada ghorim linafsihi
harus dalam keadaan miskin, adapun untuk ghorim li ishlahi dzatil bayyin maka
boleh diberi zakat dalam keadaan kaya
I.
Ghorim limaslahati
nafsihi
Pada jenis ini ulama mendefinisikan
kreteria ghorim yang berhak menerima zakat, yaitu mereka yang terjerat hutang
untuk maslahat dirinya dan keluarganya, seperti orang yang berhutang untuk
makan, pakaian, tempat tinggal, atau berobat dsb.
Al Ba’li berkata: ” (ghorim) adalah orang yang berhutang untuk menafkahi
dirinya dan keluarganya atau untuk berpakaian” Dan juga termasuk dari ghorim
pada jenis ini yaitu mereka yang terkena bencana alam atau musibah lainnya yang
mengakibatkan habis hartanya, contohnya: banjir, gempa bumi, tsunami,
kebakaran, pencurian dsb yang mengakibatkan mereka tidak dapat mencukupi
kebutuhan pokok, dengan demikian mereka juga Fuqoro’. Kondisi semacam ini
seperti yang disbdakan Rasulullah salalahu alaihi wa salam dalam sebuah
potongan hadits yang panjang dari shahabat Qobishoh RA.
“Dan seorang yang tertimpa bencana sehingga musnah
hartanya maka halal baginya meminta minta sampai kembali mandapat harta untuk
hidup”
Apakah hutang karena
kafarat/fidyah (hutang yang menyangkut hak Allah) termasuk Ghorim yang berhak
diberi zakat?
Ada dua pendapat tentang
ghorim yang disebabkan hutang yang mennyangkut hak Allah subhanahu wata’ala:
1.
Pendapat pertama: menurut Ulama’
Hanafiyyah dan Malikiyyah bahwa mereka tidak berhak mendapat zakat dari baitul
mal,dikarenakan hutang yang dibantu adalah bila menyangkut hutang kepada
manusia, adapun hutang kepada Allah seperti pembayaran kafarat atau zakat yang
tertunda maka tidak diambilkan dari uang zakat
2.
Pendapat kedua : adalah pendapat
sebagian ulama’ Hanabilah, mereka membolehkan santunan zakat dari baitulmal
untuk ghorim jenis ini, dengan dalil bahawa hutang kepada Allah adalah hutang
yang paling berhak untuk dibayar. Wallahu A’lam.
Pendapat yang rojih
adalah pendapat pertama, dikarenakan sebagian kafarot memiliki pengganti kafaroh
lainnya yang tidak mesti harus dengan harta contohnya dengan berpuasa, maka
bila seseorang tidak mampu membayar kafarat sesungguhnya romat Allah sangat
luas sehingga bagi yang memiliki hutang dan beniat mengembalikannya niscaya
Allah akan menutupnya hari qiamat, maka bagaimana dengan orang yang tidak mampu
bayar kafarat? Sedangkan ia telah berniat membayar kafarat namun tidak mampu.
Oleh karenanya uang zakat tidak diberikan untuk membayar kafarat-kafarat
tersebut.
Bagaimana jika mayit dalam keadaan pailit?
Jika si mayit mati
meninggalkan hutang yangmana harta warisannya tidak cukup untuk melunasi
hutangnya, maka apakah boleh dilunasi dengan uang zakat? Dalam hal ini Ulama’
berbeda pendapat , diantara yang melarang adalah ulama’ Hanafiyyah dan Hanabilah
serta salah satu pendapat syafi’iy, adapun mereka yang membolehkan adalah
Malikiyyah, dan pendapat ini didukung oleh syaikh Islam ibnu Taimiyyah.
Yang rojih dari dua pendapat adalah
pendapat yang membolehkan, dalil mereka adalah :
Hadist yang diriwayatkan oleh imam Bukhari :
“Dari abu hurairah RA : bahwa Nabi salalahu alaihi wa
salam bersabda : Tiada seorang mukmin kecuali aku lebih utama dari pada dirinya
di dunia maupun akhirat, bacalah firman Alah : ” Nabi itu (hendaknya) lebih
utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri ” maka mukmin manapun
yang mati dan meninggalkan harta maka Ahli warisnya yang mewarisi hartanya. Dan
barang siapa mati memiliki hutang atau barang yang hilang maka hendaknya
mendatangiku karena aku adalah tuannya.
Ibnu taiymiyah menyatakan
bahwa hujah yang berpendapat bahwa mayit termasuk dalam kategori ghorim lebih
kuat dan juga dikarenakan mereka yang menolak mayit sebagai ghorim tidak
memiliki dalil yang jelas.
II. Ghorim li
ishlahi dzatil bayyin
Perselisihan diantara
suku seringkali membuahkan peperangan dan mengakibatkan korban yang tidak
sedikit jumlahnya. Namun terkadang ada seorang yang memiliki jiwa sosial yang
tinggi dan kedermawanan yang mulia bangkit untuk memadamkan pemusuhan tersebut
dengan menjadi penengah dan terkadang menginfakkan harta yang banyak untuk
mendamaikan kedua suku yang saling bermusuhan tersebut, sehingga terkadang ia
sampai berhutang untuk mencukupi perdamaian ini. Orang yang semacam ini
dijuluki orang arab sebagai ghorim li ishlahi dzatil bayyin
Ulama Fiqih juga
memeberikan definisi yang serupa, seperti yang disebutkan oleh imam nawawi
dalam Al Majmu’ : ”maknanya adalah : bahwa seorang yang berhutang untuk tujuan
mendamaikan antara manusia/suku, seperti jika dikahawatirkan terjadi peperangan
antara dua qabilah atau suku, atau juga dua orang yang berselisih, maka hutang
tersebut digunakan untuk memadamkan api permusuhan. Dan juga dimasukkan dalam
istilah ini, yaitu mereka yang menghabiskan hartanya guna membantu saudara
seiman yang tertimpa bencana atau musibah. Imam al Murdawai berkata: ” jika
seseorang menanggung kerugian orang lain disebabkan hancurnya harta benda, atau
kasus perampokan maka boleh baginya mendapat uang zakat”
Untuk ghorim li ishlahi dzatil
bayyin boleh menerima zakat walaupun dalam keadaan kaya/ mampu. Dan ini adalah
pandapat jumhur ulama’, seperti yang dinukilkan oleh Imam Ibnu Abdil Bar dalam
kitab Al Istidkar: ” bahwa tiga imam yaitu imam Malik, As Syafi’i , Ahmad bin
Hanbal dan pengikut pengikut mereka menyatakan bahwa ghorim li ishlahi dzatil
bayyin boleh mengambil zakat walaupun dalam keadaan kaya” Dalil mereka
diantaranya adalah sabda Rasulullah salalahu alaihi wa salam:
“Dari Atho’ bin Yasar radhiallahu anhu : bahwa
Rasulullah salalahu alaihi wa salam bersabda : tidak dihalalkan harta sedekah
(zakat) untuk orang kaya kecuali lima golongan, yaitu; orang yang berperang
dijalan Allah subhanahu wata’ala , Amil zakat, Ghorim (pailit) , seseorang yang
membeli barang zakat dengan hartanya, atau seorang yang memiliki tetangga miskin
kemudian ia bersedekah kepadanya, kemudian si miskin tersebut menghadiahkan
sedekah tadi kepada orang kaya.
Kadar
Zakat Yang Diberikan Kepada Ghorim
Harta
zakat dari baitul mal akan diberikan kepada ghorim dalam rangka melunasi
hutangnya sampai lunas. Dikarenakan tujuan diberinya zakat untuk ghorimin hanya
untuk tujuan ini.
Ibnu Qudamah berkata:” ghorim diberi zakat untuk menutup hutangnya walaupun
sangat banyak”
Pengarang bidayatul mujtahid menyatakan :” bahwa ghorim diberi dari zakat
sejumlah hutangnya jika hutangnya bukan karena maksiat”
Dalam
hal ini sering tekumpul dua sifat yaitu faqir dan ghorim pada seseoarang maka
boleh baginya mengambil zakat untuk kemiskinannya dan melunasi hutangnya
sehingga ia mendapat dua jatah .
Bila kita amati dengan cermat maka syariat yang sempurna ini ternyata merupakan
obat yang mujarab untuk kesetabilan ekonomi umat, disamping niat yang utama
adalah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Taala, dan menjalin ukhuwah
islamiyah diantara kaum muslimin, semoga tulisan ini dapat bermanfat bagi kita
dan menumbuhkan semangat dalam bersedekah. Amin
SYARAT
SYARAT GHORIM BOLEH MENERIMA ZAKAT
Disyaratkan bagi penerima zakat ini
untuk beragama Islam, begitu pula pada golongan penerima zakat lainnya, ibnu
mundzir berkata: ” Ulama’ telah bersepakat bahwa zakat tidak sah bila diberikan
kepada seorang ahli dzimmah ( non muslim)
Untuk Ghorim limaslahah nafsihi (untuk
kebutuhan pribadi) disyaratka harus dalam kondisi Faqir, akan tetapi terkhusus
untuk ghorim jenis kedua (ghorim li ishlahi dzatil bayyin) maka boleh dalam
kondisi kaya, seperti yang telah kami sebutkan di atas.
3.
Hutangnya bukan
dikarenakan untuk maksiat
Maka jika hutangnya disebabkan untuk
maksiat seperti judi, khomr, berbuat tabdzir dan boros, maka ia tidak dibei
uang zakat, hal semacam ini sebagaimana perkataan Imam nawawi : ” Tidak pernah
Aku dapati Perkataan Ahli Ilmu yang membolehkan zakat diberikan kepada orang
yang terbelit hutang dalam rangka berbuat maksiat, sebelum ia bertaubat, kecuali
pendapat yang lemah dari sebagian kecil Syafiiyyah, seperti Al Hanathi dan Ar
Rofi’y, bahwa mereka diberi karena Ghorim. .
4.
Hutangnya bukan
dikarenakan oleh riba
Dikarenakan Riba merupakan dosa
besar dan termasuk maksiat yang menghancurkan, sehingga barang siapa yang
terbelit hutang ribawi maka ia tidak diberi zakat untuk melunasinya, kecuali
jika bertaubat. Akan tetapi bagi mereka yang hutang ribawi karena darurat,
untuk kebutuhan pokok, seperti sandang papan atau pangan, maka baitulmal boleh
memberikan zakat kepada mereka. Dan tetentunya hukum darurat diukur sesuai
kebutuhan .
5.
Karena tidak mampu lagi
mencari penghasilan
Ulama’ berselisih dalam masalah ini,
sebagian mereka membolehkan memberi zakat pada orang yang masih mampu bekerja
mereka adalah Syafiiyyah dan sebagian hanabilah, adapun hukum yang tepat dalam
masalah ini adalah; bila hutang seseorang itu banyak dan berat baginya untuk
membayar maka boleh mengambil zakat walaupun ia kuat untu bekerja. Akan tetapi
sebaliknya, jika hutangnya sedikit atau pemilik hutang memberi tambahan waktu
jatuh tempo maka hendaknya ia tidak zakat dan berusaha untuk melunasinya .
6.
Bukan keturunan Bani
Hasyim (keturunan kerabat Rasulullah)
Hal ini dsikarenakan zakat adalah
kotoran sebagaimana sabda rasulullah salalahu alaihi wa salam : Sesungguhnya
sedekah ini adalah kotoran manusia, dan ia tidak halal untu Muhammad salalahu
alaihi wa salam dan juga keluarga Muhammad salalahu alahii wa salam .
7.
Waktu pelunasan hutang
sudah jatuh tempo
Jatuh tempo merupakan syarat yang
diperselisihkan dikalangan ulama’ seperti pendapat ibnu Muflih yang menyatakan
:” hukum yang nampak dari hadits Qubaisoh, bahwa ghorim boleh mengambil zakat
walaupun belum jatuh tempo”. Namun Imam Nawawi menyatakan bahwa Ghorim tidak
akan diberi Zakat kecuali setelah jatuh Tempo .
Dr. Sulaiman Al Asqor menguatkan
pendapat pertama dengan catatan; apabila jatuh tempo tinggal beberapa bulan
atau sudah masuk dalam tahun jatuh tempo maka baitul mal boleh mengeluarkan
zakat untuk ghorim tersebut, akan tetapi jika temponya masih beberapa tahun
atau lebih dari satu atahun maka tidak boleh baginya untuk mangambil zakat
dalam pelunasan hutang, kecuali kondisi pemilik uang dalam keadaan sakit atau
membuuhkan. Wallahu A’lam
8.
Ghorim bukan termasuk
dalam tanggungan Muzakky (orang yang berzakat)
Apabila Ghorim adalah istri atau
kerabat yang dalam penanggungan nafkah Muzakky maka tidak sah zakat tersebut
dikarenakan seolah dia membelanjakan harta untuk dirinya sendiri. Sehingga hal
ini bukan dinamakan zakat akan tetapi sebuah nafkah yang diberikan oleh kepala
rumah tangga untuk keluarganya. Orang orang yang termasuk dalam penanggungan
adalah Istri, Anak dan keturunannya,dan Bapak serta kakek keatas .
0 komentar:
Posting Komentar