KONSEP PERGURUAN TINGGI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Konsep
pendidikan tinggi untuk semua awalnya diperkenalkan di Amerika Serikat sekitar
tahun 1970-an. Ini adalah sebuah pengakuan terhadap hak-hak rakyat Amerika
untuk memperoleh pendidikan tinggi. Dalam konteks Indonesia, hal yang sama juga
berlaku bahwa segenap warga negara Indonesia memiliki hak yang sama dalam
mengakses sumber-sumber pendidikan tinggi yang ada.
Universitas,
sebagai wajah utama perguruan tinggi, dapat dibedakan dari lembaga-lembaga
pendidikan lainnya dilihat dari orientasi saintifik yang dijalan kannya.
Universitas berdiri di garda depan dalam mengeksplorasi dan mengem bangkan
sains dan teknologi, termasuk konsep, metode dan nilai. Kurikulum kedokteran,
hukum, teknik, pendidikan, ilmu-ilmu budaya, dan seba gainya berkembang dengan
merujuk kepada prinsip-prinsip akademik yang sudah otonom dan mapan.
Dalam
Peraturan pemerintah No. 30 Tahun 1990 tentang tujuan perguruan tinggi adalah
menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan kesenian serta menyumbangkan untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional.
Dengan
tujuan tersebut, perguruan tinggi merupakan wadah atau penampung bagi parasiswa
yang ingin melanjutkan studinya ke tingkat yang lebih tinggi, harus dapat
melahirkan mahasiswa yang mampu bersaing disegala bidang keilmuan, karena
mahasiswalah tolak ukur majunya pendidikan di Indonesia.
Perguruan
tinggi merupakan tempat pertemuan utama dari berbagai kelompok yang merupakan
symbol karena di dalam sektor modern perguruan tinggi dianggap sebagai lembaga
paling modern dan pembaharuan dan sebagai tempat yang nyata yang merupakan
suatu tempat dimana berangkat para intelektual.
Perguruan
tinggi bukanlah sekedar lembaga pendidikan saja, melainkan juga sebagai lembaga
yang menjembatani antara mahasiswa (anak didik) dengan masyarakat sekitar, agar
ilmu yang didapatkan di perguruan tinggi bisa bermanfaat tak hanya bagi mereka
sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi orang lain.
Oleh sebab
itulah kita harus mempunyai konsep dan tujuan yang jelas dalam membangun sebuah
perguruan tinggi, sebab jika kita asal-asalan, maka perguruan tinggi akan
dihujat oleh masyarakat karena tidak menghasilkan dampak yang nyata bagi
lingkungan sekitar.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.
Defenisi Perguruan Tinggi
Menurut
Wikipedia (2012), Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan
tinggi. Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga
pendidik perguruan tinggi disebut dosen.
Menurut
jenisnya, perguruan tinggi dibagi menjadi dua:
- Perguruan tinggi negeri adalah
perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh negara.
- Perguruan tinggi swasta adalah
perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh swasta.
Menurut
Raillon dalam Syarbaini (2009), perguruan tinggi adalah sebuah alat kontrol
masyarakat dengan tetap terpeliharanya kebebasan akademis terutama dari campur
tangan penguasa. Perguruan tinggi juga merupakan agen utama pembaharuan dalam
kehidupan bernegara, seperti dalam proses pembentukan pemerintah orde baru
tahun 1970-an dimana peran nyata yang telah dimainkan kalangan dosen dengan
mahasiswa dengan cara-caranya sendiri telah memberikan sumbangan besar bagi
pemerintah orde baru.
Menurut
Barnet (1992), ada empat pengertian atau konsep tentang hakikat perguruan
tinggi :
- Perguruan tinggi sebagai
penghasil tenaga kerja yang bermutu (qualified manpower). Dalam
pengertian ini pendidikan tinggi merupakan suatu proses dan mahasiswa
dianggap sebagai keluaran (output) yang mempunyai nilai atau harga
(value) dalam pasaran kerja, dan keberhasilan itu di ukur dengan
tingkat penyerapan lulusan dalam masyarakat (employment rate) dan
kadang-kadang di ukur juga dengan tingkat penghasilan yang mereka peroleh
dalam karirnya.
- Perguruan tinggi sebagai
lembaga pelatihan bagi karier peneliti. Mutu perguruan tinggi ditentukan
oleh penampilan/ prestasi penelitian anggota staf. Ukuruan masukan dan
keluaran di hitung dengan jumlah staf yang mendapat hadiah/ penghargaan
dari hasil penelitiannya (baik di tingkat nasional maupun di tingkat
internasional), atau jumlah dana yang diterima oleh staf dan/atau oleh
lembaganya untuk kegiatan penelitian, ataupun jumlah publikasi ilmiah yang
diterbitkan dalam majalah ilmiah yang diakui oleh pakar sejawat (peer
group).
- Perguruan tinggi sebagai
organisasi pengelola pendidikan yang efisien. Dalam pengertian ini
perguruan tinggi di anggap baik jika dengan sumber daya dan dana yang
tersedia, jumlah mahasiswa yang lewat proses pendidikannya (throughput)
semakin besar.
- Perguruan tinggi sebagai upaya
memperluas dan mempertinggi pengkayaan kehidupan. Indikator sukses
kelembagaan terletak pada cepatnya pertumbuhan jumlah mahasiswa dan
variasi jenis program yang ditawarkan. Rasio mahasiswa-dosen yang besar
dan satuan biaya pendidikan setiap mahasiswa yang rendah juga dipandang
sebagai ukuran keberhasilan perguruan tinggi.
2.2.
Perguruan Tinggi di Indonesia
Di
Indonesia, perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, institut, politeknik, sekolah
tinggi, dan universitas. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan
akademik, profesi, dan vokasi dengan program pendidikan diploma
(D1, D2, D3, D4), sarjana (S1), magister (S2), doktor (S3),
dan spesialis.
Universitas,
institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan
gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada setiap individu
yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa
dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan,
atau seni. Sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama
yang bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.
Pengelolaan
dan regulasi perguruan tinggi di Indonesia dilakukan oleh Kementerian
Pendidikan Nasional. Rektor Perguruan Tinggi Negeri merupakan pejabat eselon di
bawah Menteri Pendidikan Nasional.
Selain itu
juga terdapat perguruan tinggi yang dikelola oleh kementerian atau lembaga
pemerintah nonkementerian yang umumnya merupakan perguruan tinggi
kedinasan, misalnya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara yang dikelola
oleh Kementerian Keuangan.
Selain
dikelola oleh pemerintah, perguruan tinggi di Indonesia juga boleh dikelola
oleh masyarakat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.Bimbingan dan
pengawasan atas penyelenggaraan Perguruan Tinggi Swasta pada mulanya dilakukan
oleh Lembaga Perguruan Tinggi Swasta (disingkat L.P.T.S.) yang dibentuk oleh
pemerintah. LPTS ini merupakan cikal bakal dari Koordinasi Perguruan
Tinggi Swasta (disingkat Kopertis).
Selanjutnya,
berdasarkan undang-undang yang berlaku, setiap perguruan tinggi di Indonesia
harus memiliki Badan Hukum Pendidikan yang berfungsi memberikan
pelayanan yang adil dan bermutu kepada peserta didik, berprinsip nirlaba, dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan pendidikan nasional.
2.3.
Sejarah Perguruan Tinggi
Sejarah
perguruan tinggi di Indonesia bermula sejak pemerintah Hindia Belanda memberlakukan Politik
Etis, yang salah satu programnya adalah pendidikan. Program pendidikan
mendorong timbulnya sekolah-sekolah yang semula hanya sekolah dasar untuk
belajar membaca, menulis, dan menghitung, kemudian diperluas pada sekolah
menengah dan perguruan tinggi. Perguruan tinggi ini yang kemudian
menjadi cikal bakal berkembangnya Universitas dan Fakultas di Jakarta,
Bandung dan Surabaya.
Awalnya
rintisan perguruan tinggi perintisan ini hanya di bidang kesehatan saja. Pada
tahun 1902 di Batavia didirikan School tot
Opleiding van Inlandsche Artsen dikenal sebagai Sekolah Dokter Bumi
Putera) kemudian NIAS (Nerderlandsch Indische Artsen School)
tahun 1913 di Surabaya. Ketika STOVIA tidak menerima murid lagi,
didirikanlah sekolah tabib tinggi GHS (Geneeskundige Hooge School)
pada tahun 1927. Perguruan inilah yang sebenarnya merupakan embrio
fakultas kedokteran.
Di Bandung
tahun 1920 didirikan Technische Hooge School (THS)
yang pada tahun itu juga dijadikan perguruan tinggi negeri. THS ini adalah
embrio ITB.
Pada
tahun 1922 kemudian berdiri sekolah hukum (Rechts
School) yang kemudian ditingkatkan menjadi sekolah tinggi hukum (Recht
hooge School) pada tahun 1924. Sekolah tinggi inilah embrio
Fakultas Hukum di Indonesia. Di Jakarta tahun 1940 didirikan Faculteit
de Letterenen Wijsbegeste yang kemudian menjadi Fakultas Sastra dan Filsafat di
Indonesia.
Di Bogor
didirikan sekolah tinggi pertanian (Landsbouwkundige Faculteit)
pada tahun 1941 yang sekarang disebut Institut Pertanian Bogor (IPB).
Pada zaman Jepang sampai awal kemerdekaan, GHS ditutup dan atas inisiatif
pemerintahan militer, GHS dan NIAS dijadikan satu dan diberikan nama Ika
Dai Gakko (Sekolah Tinggi Kedokteran). Dua hari setelah proklamasi,
tanggal 19 Agustus 1945, pemerintah Indonesia mendirikan Balai
Pergoeroean Tinggi RI yang memiliki Pergoeroan Tinggi Kedokteran. Sekolah
tinggi ini dibuka secara resmi pada tanggal 1 Oktober 1945.
Di masa
perjuangan revolusi fisik melawan Belanda (1946-1949) Pergoeroean Tinggi
Kedokteran mengungsi ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, (Klaten
dan Malang). Sementara itu pemerintah RI diYogyakarta bekerja sama
dengan Yayasan Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada pada tanggal 19 Desember 1949 mendirikan Universitas
Gajah Mada. Pada awalnya hanya ada 2 Fakultas, yaitu Hukum dan Kesusasteraan
yang bertempat di pagelaran dan baru kemudian berangsur-angsur pindah ke
kampus Bulak Sumur.
Pada zaman
pendudukan, di Batavia pihak Belanda mengusahakan dibukanya kembali
GHS. Maka bukan hal yang aneh ketika penyerahan kedaulatan, tahun 1949 timbul
gagasan untuk menjunjung tinggi ilmu pengetahuan tanpa membedakan warna kulit
dan asal keturunan. Kedua lembaga pendidikan bekas Belanda dan bekas Republik
dijadikan satu menjadi Universiteit Indonesia, Fakulteit
Kedokteran, tanggal 2 Februari 1950, yang saat ini
dikenal dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).
Universitas
Islam Indonesia (UII), Yogyakarta yang berdiri tahun 1948 merupakan
perguruan tinggi swasta pertama dan paling tua di Indonesia.
2.4.
Tujuan Perguruan Tinggi
Perguruan
tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. Tujuan
Pendidikan Tinggi Menurut PP No. 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi
(PT), Pasal 2, adalah :
- Menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau
profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
- Mengembangkan dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta
mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat
dan memperkaya kebudayaan nasional.
Dalam
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1990, juga disebutkan tentang tujuan
perguruan tinggi adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan kesenian serta
menyumbangkan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya
kehidupan nasional.
Oleh sebab
itu, untuk mencapai tujuan tersebut perguruan tinggi memiliki motto yang
dikenal “Tri Darma Perguruan Tinggi” yaitu pendidikan, penelitian dan
pengabdian.
2.5.
Jalur Pendidikan Tinggi
Struktur
pendidikan tinggi di Indonesia terdiri dari 2 jalur pendidikan, yaitu
pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
Pendidikan
akademik adalah pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada penguasaan
ilmu pengetahuan dan pengembangannya, dan lebih mengutamakan peningkatan mutu
serta memperluas wawasan ilmu pengetahuan. Pendidikan akademik diselenggarakan
oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas.
Pendidikan
profesional adalah pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada kesiapan
penerapan keahlian tertentu, serta mengutamakan peningkatan kemampuan/
ketrampilan kerja atau menekankan pada aplikasi ilmu dan teknologi. Pendidikan
profesional ini diselenggarakan oleh akademi, politeknik, sekolah tinggi,
institut, dan universitas.
Pendidikan
akademik menghasilkan lulusan yang memperoleh gelar akademik dan
diselenggarakan melalui program Sarjana (S1-Strata1) atau program Pasca
Sarjana. Program pasca sarjana ini meliputi program Magister dan program Doktor
(S2 dan S3).
Pendidikan
jalur profesional menghasilkan lulusan yang memperoleh sebutan profesional yang
diselenggarakan melalui program diploma (D1, D2, D3, D4) atau Spesialis (Sp1,
Sp2).
Program
pendidikan sarjana dan diploma merupakan program yang dipersiapkan bagi peserta
didik untuk menjadi lulusan yang berbekal seperangkat kemampuan yang diperlukan
untuk mengawali fungsi pada lingkungan kerja, tanpa harus melalui masa
penyesuaian terlalu lama.
Program
pendidikan pasca sarjana S2 (Magister), S3 (Doktor), dan Spesialis (Sp1, Sp2)
merupakan program khusus yang dipersiapkan untuk kegiatan yang bersifat
mandiri. Pendidikan S2 dan S3 lebih menekankan pada penelitian yang mengacu
pada kegiatan inovasi, penelitian dan pengembangan, Sedangkan pendidikan
spesialis ditujukan untuk meningkatkan pelayanan bagi pemakai jasa dalam bidang
yang bersifat spesifik.
2.6.
Jenis-jenis Perguruan Tinggi
Jenis-jenis
Perguruan Tinggi menurut Wikipedia (2012), yaitu :
- Universitas
Perguruan
tinggi yang mempunyai program studi beragam dan dikelompokkan dalam
fakultas-fakultas. Fakultas-fakultas yang ada itu dibagi lagi ke dalam beragam
jurusan dan Akutansi, Manajemen dan Studi Pembangunan.
- Institut
Perguruan
tinggi yang mempunyai program studi dengan ilmu yang sejenis. Misalnya institut
pertanian memiliki program studi pertanian, peternakan dan kehutanan, atau
institut teknologi mengajarkan beragam ilmu yang berhubungan dengan teknik.
- Sekolah Tinggi
Perguruan
tinggi yang hanya menyelenggarakan satu program profesi sesuai dengan
spesialisasinya. Misalnya Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi memiliki program profesi
spesialis ekonomi, atau Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia memiliki jurusan
Seni Lukis, Seni Patung dll.
- Akademi dan Politeknik
Institusi
pendidikan tinggi yang hanya menyelenggarakan satu program studi dan lebih
menekankan pada keterampilan praktek kerja dan kemampuan untuk mandiri. Lama
pendidikan tiga tahun dan tidak memberikan gelar. Hanya saja, di politeknik
porsi praktek lebih besar.
2.7.
Pengelolaan Perguruan Tinggi
Dalam
Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi (RUU PT), yang saat ini masih dalam
proses pembahasan di DPR. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan bisa
memberikan satu kerangka tata kelola (governance) perguruan tinggi.
Untuk saat ini pengelolaan perguruan tinggi ada dalam berapa pasal dibawah ini,
yaitu :
-
Pada Paragraf 1 (Umum)
Pasal 74 :
- Perguruan tinggi memiliki
otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan
pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
- Otonomi pengelolaan perguruan
tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan dasar
dan tujuan, serta kemampuan Perguruan Tinggi.
- Dasar dan tujuan serta dan
kemampuan perguruan tinggi untuk melaksanakan otonomi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dinilai oleh Menteri.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai
otonomi pengelolaan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 75 :
Otonomi
pengelolaan perguruan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip :
- Akuntabilitas
- Transparan
- Evaluasi
- Nirlaba
- Jaminan mutu
- Efektivitas dan efisiensi
- Kreativitas dan inovasi
Pasal 76 :
- Otonomi pengelolaan perguruan
tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 meliputi bidang akademik
dan/atau bidang non akademik.
- Otonomi pengelolaan dalam
bidang akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penetapan
norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan tridharma :
- Otonomi pengelolaan dalam
bidang non akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penetapan
norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan dalam bidan:
- a. Organisasi
- b. Keuangan
- c.
Kemahasiswaan
- d.
Ketenagaan
- e. Sumber
belajar
- f. Sarana
dan prasarana lainnya
-
Paragraf 2 (Status Pengelolaan Perguruan Tinggi)
Pasal 77
- Status pengelolaan perguruan
tinggi terdiri atas :
- a. Otonom
terbatas
- b. Semi
otonom, atau
- c. Otonom
- Status otonom
terbatassebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan perguruan
tinggi yang hanya memiliki otonomi pengelolaan bidang akademik.
- Status semi otonom sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan perguruan tinggi yang memiliki
otonomi pengelolaan bidang akademik dan memiliki sebagian dari wewenang
non akademik yang diberikan oleh Pemerintah atau badan penyelenggara.
- Status otonom sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan perguruan tinggi yang memiliki
otonomi pengelolaan bidang akademik dan non akademik.
- Sebagian dari wewenang non
akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah wewenang pengelolaan
keuangan secara mandiri.
- Pengelolaan keuangan secara
mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan secara transparan
dan akuntabel.
Pasal 78 :
- Pemerintah menetapakan status
pengelolaan PTN pada saat pemberian atau perubahan izin perguruan tinggi.
- Penetapan perubahan status
pengelolaan PTN dilakukan atas usul perguruan tinggi berdasarkan penilaian
Pemerintah.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara penetapan status pengelolaan perguruan tinggi diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 79 :
- PTN yang berstatus semi otonom
menerima pendelegasian wewenang pengelolaan perguruan tinggi dari
Pemerintah.
- Wewenang pengelolaan perguruan
tinggi pada PTN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
- Tata kelola berdasarkan
ketentuan satuan kerja Pemerintah;
- Organ yang melaksanakan fungsi
akuntabilitas dan transparansi;
- Hak untuk mengelola aset
negara;
- Wewenang untuk mengelola dana
secara mandiri, transparan, dan akuntabel; dan
- Ketenagaan yang diangkat oleh
Pemerintah dan/atau lembaganya.
Pasal 80 :
- PTN yang berstatus otonom
menerima mandat penyelenggaraan perguruan tinggi dari Pemerintah melalui
pembentukan badan hukum pendidikan yang bersifat nirlaba.
- PTN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memiliki :
- Tata kelola dan pengambilan
keputusan sendiri;
- Organ yang melaksanakan fungsi
akuntabilitas dan transparansi;
- Hak untuk memiliki kekayaan
negara yang terpisah;
- Wewenang untuk mengelola dana
secara mandiri, transparan, dan akuntabel;
- Ketenagaan yang diangkat oleh
lembaganya;
- Wewenang untuk mendirikan
badan usaha dan pengembangkan dana abadi; dan
- Wewenang yang diberikan oleh
Menteri untuk menyelenggarakan dan menghentikan
penyelenggaran program studi.
Pasal 81 :
- Badan penyelenggara memiliki
wewenang untuk menetapkan status semi otonom atau status otonom kepada PTS
sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 77 ayat (3) dan ayat (4)
sesuai peraturan perundang-undangan.
- PTS yang memiliki status semi
otonom atau status otonom sebagaimana dimaksud ayat (1) berfungsi untuk
meningkatkan layanan pendidikan terutama guna memenuhi hak mahasiswa,
dosen, dan tenaga kependidikan sesuai peraturan undang-undang.
-
Paragraf 3 (Susunan Organisasi Perguruan Tinggi)
Pasal 82
- Perguruan Tinggi yang dikelola
secara otonom terbatas dan semi-otonom sebagaimana ketentuan yang diatur
dalam Pasal 77 ayat (2) dan ayat (3) paling sedikit memiliki unit
organisasi yang terdiri atas :
- Seorang rektor, seorang ketua,
atau seorang direktur
- Senat akademik
- Perguruan Tinggi yang dikelola
secara otonom sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 77 ayat (4)
paling sedikit memiliki unit organisasi :
- Majelis
pemangku kepentingan/majelis wali amanah
- Seorang
rektor, seorang ketua, atau seorang direktur
- Senat
akademik
- Auditor
dan/atau pengawas
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Perguruan
tinggi adalah agen utama dari pembaharuan dalam kehidupan bernegara, Perguruan
Tinggi sebagai penghasil tenaga kerja yang bermutu, sebagai lembaga pelatihan
bagi karier peneliti dan sebagai organisasi pengelola pendidikan yang efisien
serta sebagai upaya memperluas dan mempertinggi pengkayaan kehidupan yang mempunyai
tujuan yaitu “Tri Dharma Perguruan Tinggi” yang menghasilkan output yang
dibutuhkan masyarakat dalam membangun Indonesia.
Perguruan
tinggi sebagai institusi pendidikan memiliki peran yang sangat besar dalam
upaya pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan daya saing bangsa.
Agar peran yang strategis dan besar tersebut dapat dijalankan dengan baik, maka
sumber daya manusia perguruan tinggi haruslah memiliki kualitas yang unggul
terutama bagi dosen sebagai tenaga pengajar.
Struktur
perguruan tinggi di Indonesia terbagi menjadi dua jalur, yaitu jalur pendidikan
akademik yang diarahkan pada penguasaan ilmu pengetahuan dan pengembangannya,
dan lebih mengutamakan peningkatan mutu serta memperluas wawasan ilmu
pengetahuan seperti pada sekolah tinggi, institut, dan universitas. Sedangkan
jalur Pendidikan profesional diarahkan pada kesiapan penerapan keahlian
tertentu, serta mengutamakan peningkatan kemampuan/ ketrampilan kerja atau
menekankan pada aplikasi ilmu dan teknologi. Seperti pada akademi, politeknik,
sekolah tinggi, institut, dan universitas.
Untuk
pengelolaan perguruan tinggi yang terdapat pada Rancangan Undang-undang
Perguruan Tinggi dalam pasal 74,75,76,77,78,79,80,81 dan 82 berupaya agar
perguruan tinggi berkualitas, sehingga dengan demikian dapat menghasilkan
Sumber Daya Manusia yang berkompeten dan dapat bersaing dibangsa lain.
3.2. Saran
1.
Pendidikan tinggi diharapkan tidak sekedar proaktif berpartisipasi dalam
pembangunan meterial jangka pendek, tapi harus berpegang teguh pada berbagai
keyakinan yang secara fundamental memberikan watak pada misi pendidikan tinggi,
yaitu perhatian yang mendalam pada etika dan moral yang luhur.
DAFTAR PUSTAKA
- Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2009, Tentang Badan Hukum Pendidika.
- UU No. 22 tahun 1961 tentang
Perguruan Tinggi, pasal 22.
- Syarbaini, Syahrial. 2009.
Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi. Bogor : Ghalia Indonesia.